Kayon/ Gunungan

0

Dikutip dari The Bharatayudha Arena

Gunungan atau di dalam pakeliran disebut kayon, pertama diciptakan oleh Raden Patah. Dinamakan gunungan karena bentuknya menyerupai gunung yang memiliki puncak dan terdapat pada setiap pagelaran wayang (wayang purwa, wayang krucil, wayang golek, wayang gedok, wayang suluh, dll).

Menurut bentuknya, gunungan atau kayon ini dapat dibedakan menjadi dua macam.

  1. Kayon gapuran berbentuk ramping dan pada bagian bawah bergambar gapura yang pada sisi sebelah kiri maupun kanan di jaga oleh raksasa Cingkarabala dan Balaupata. Sedangkan pada bagian belakang terdapat lukisan api merah membara.
  2. Kayon blumbangan, bentuknya agak gemuk dan lebih pendek bila dibanding dengan kayon gapuran, Pada bagian bawah terdapat lukisan kolam dengan air yang jernih yang ditengahnya terdapat lukisan sepasang ikan berhadapan. Sedangkan pada bagian belakang bergambar lautan atau langit yang berwarna biru gradasi.

Gunungan secara lengkap biasanya terdapat lukisan yang terdiri dari:

  1. Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga dan pada bagian daun pintu rumah dihiasi lukisan Kamajaya berhadapan dengan Dewi Ratih.
  2. Dua raksasa berhadapan dengan membawa senjata pedang atau gada lengkap dengan tamengnya.
  3. Dua naga bersayap.
  4. Hutan belantara penuh dengan satwanya.
  5. Gambar harimau berhadapan dengan banteng.
  6. Pohon besar ditengah hutan yang dililit seokar ular.
  7. Kepala makara di tengah pohon.
  8. Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas ranting.
  9. Dua ekor ayam alas sedang bertengger diatas cabang pohon.

Gambar-gambar yang terdapat pada kayon tersebut menggambarkan alam semesta lengkap dengan isinya. Gunungan di dalam pagelaran wayang kulit mempunyai fungsi yang sangat penting, antara lain:

  1. Sebagai tanda dimulainya pentas pedalangan, yakni fungsi dengan dicabutnya kayon di tengah kelir kemudian ditancapkan pada posisi sebelah kanan.
  2. Sebagai tanda perubahan adegan atau menggambarkan suasana dengan cara gunungan digerakkan diikuti cerita dalang.
  3. Digunakan untuk tanda pergantian waktu, baik dari patet nem ke patet sanga, atau dari patet swanga ke patet manyura dengan mengubah posisi kayon dari condong ke kanan menjadi tegak lurus dan terakhir kayon condong ke arah kiri.
  4. Untuk menggambarkan sebuah wahyu dari dewa, atau sebagai angin maupun udara dengan menggerakkan gunungan sesuai arah yang dikehendaki.
  5. Untuk menggambarkan api dengan membalik kayon sehingga yang tampak api membara dari kepala makara.
  6. Untuk menandai berakhirnya pertunjukan dengan menancapkan kayon di tengah-tengah, serta digunakan untuk kepentingan pagelaran sesuai dengan kehendak dalang.
Share.

About Author

Hadisukirno adalah produsen Kerajinan Kulit yang berdiri sejak tahun 1972. Saat ini kami sudah bekerjasama dengan 45 sub pengrajin yang melibatkan 650 karyawan. Gallery kami beralamat di Jl S Parman 35 Yogyakarta. Produk utama kami adalah wayang kulit dan souvenir. Kami menyediakan wayang kulit baik untuk kebutuhan pentas dalang, koleksi maupun souvenir. Kami selalu berusaha melakukan pengembangan dan inovasi untuk produk kami sesuai dengan selera konsumen namun tetap menjaga kelestarian budaya dan karya bangsa Indonesia. Dan atas anugerah Yang Maha Kuasa, pada tahun 1987 Hadisukirno mendapat penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo untuk Produktivitas Dalam Bidang Eksport Industri Kerajinan Kulit, dengan surat tertanggal 29 Agustus 1987 dengan NOMOR KEP - 1286/MEN/1987.

Leave A Reply