Wayang Kulit Purwa Jawatimuran memiliki corak sendiri. Seni kriyanya pada beberapa bagian cukup jauh bedanya dengan Wayang Kulit gagrak Surakarta maupun Yogyakarta.
Demikian pula jalan cerintanya, terutama pada lakon-lakon carangan, punya perbedaan disana-sini. Tokoh Dewi Indradi misalnya, di pedalangan Jawatimuran dikenal dengan nama Dewi Cani. Resi Gotama, disebut Resi Wigutama. Anoman lebih dikenal dengan nama Anjila.
Demikian pula tokoh-tokoh wayangnya. Jawa Timur memiliki nama tokoh wayang yang khas yang tidak terdapat pada daerah lain, misalnya Bubut Bris, anak Prabu Dasamuka. Menurut Pewayangan Jawatimuran, Bubut Bris dilahirkan oleh seekor burung betina, yang oleh Dasamuka dikira titisan Dewi Widawati.
Pada seni kriyanya, ciri khas yang mencolok pada gaya Jawatimuran adalah pemaduan bentuk irah-irahan dengan gelung sapit urang untuk beberapa tokoh wayang. Misalnya, seorang tokoh wayang yang memakai topong (mahkota), masih juga memakai gelung dibelakang kepalanya.
Pada pewarnaan sunggingannya, terkadang juga jauh bedanya. Gatotkaca dan Bima misalnya, yang pada seni kriya gagrak Surakarta dan Yogyakarta wajahnya selalu dicat dengan warna keemasan (prada) atau hitam, pada wayang Kulit Purwa Jawatimuran diberi warna merah menyala. Tokoh Antareja, wajahnya distilir dari bentuk muka naga, lengkap dengan moncong menganga dan lidahnya yang bercabang. Peraga wayang berwajah naga ini, dimaksudkan untuk Antareja ketika sedang tiwikrama.
Selain itu, wayang Jawatimuran hanya mengenal dua tokoh Panakawan utama, yaitu Semar dan Bagong Mangundiwangsa. kadang-kadang ditambahkan pula dengan tokoh punakawan yang lain, Besut alias Bestil, alias Besep. Bentuknya Bagong, tetapi ukurannya lebih kecil.
Salah seorang yang ahli mengenai pewayangan gagrak Jawatimuran ini adalah Soenarto Timoer, budawayan yang juga penulis banyak buku wayang.