Wayang kulit Sasak adalah wayang yang berkembang di daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Wayang kulit Sasak dibuat dari kulit kerbau dan tanduk kerbau. Disebut wayang Sasak karena pembuatannya berasal dari etnis Sasak. Bentuknya mirip dengan wayang kulit Gedog.
Kisah utama atau pakem yang dipentaskan dalam wayang kulit Sasak ialah “Srat Menak”, saduran dari hikayat Amir Hamzah (Paman Nabi Muhammad SAW) dari negeri Persia yang diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kawi oleh Yosodipura II di zaman kerajaan Mataram Islam. Kisahnya tentang perjalanan Nabi Muhamad SAW menyiarkan agama Islam.
Dalam wayang kulit Sasak, nama Amir Hamzah diganti dengan nama Indonesia yaitu Wong Agung Menak Jayengrana. Cerita ini masuk ke Indonesia melalui tanah Melayu kemudian masuk ke Jawa dan tersebar sampai ke Lombok. Cerita menak tersebut ditulis di daun lontar dalam bahasa Jawa dengan huruf Sasak.
Gamelan yang mengiringi pertunjukkan Wayang Sasak terdiri dari ceng-ceng, suling, tawa-tawa, kendang, pleret dan kempul. Pertunjukkan wayang sasak hanya membutuhkan sekitar 10 orang, yang terdiri dari seorang dalang, dua orang pembantu dalang untuk menata wayang (pengabih atau pengawit) dan 7 orang penabuh gamelan.
Pementasan wayang Sasak biasanya dimulai dengan munculnya tokoh Punokawan. Empat tokoh wayang Sasak yang berhasil mengundang gelak tawa penontonnya ini adalah Amaq Ocong, Amaq Amet, Amaq Baok dan Inaq Itet.
Dalang wayang kulit Sasak yang terkenal adalah Lalu Nasip. Selain sebagai dalang pertama di Lombok yang menggagas gubahan bahasa wayang dari bahasa Jawa Kawi ke bahasa Sasak Lombok dan Indonesia, Lalu Nasip juga mendapat tempat di hati masyarakat karena humor-humor khasnya lewat tokoh-tokoh lucu dalam wayang.
Jumlah wayang Sasak tidak kurang dari 400 lembar, yang semuanya terbuat dari kulit binatang.
Di masa lampau, wayang Sasak dipentaskan sebagai media dakwah dan hiburan. Namun dalam perkembangannya, selain sebagai media hiburan juga sebagai sarana penyuluhan/sosialisasi program pemerintahan.
Melalui tokoh Punokawan, Lalu Nasip juga bisa menyampaikan kritik dan pesan moral. Misalnya mengkritik pemerintah atau oknum pejabat yang kurang baik kinerjanya, tentunya masih dalam kode etik yaitu tanpa menyebut nama dan jabatan.