Rahwana (Dasamuka ) Bag. II

0

Suatu ketika Prabu Dasamuka mendengar berita tentang pernikahan Dewi Citrawati dengan Prabu Arjunasasrabahu, raja Maespati. Karena tahu bahwa Dewi Citrawati adalah titisan Widawati, sesuai tekadnya, Dasamuka tetap ingin memperistri putri cantik itu. Dasamuka mengerahkan pasukannya menyerbu Maespati.

Namun sesampainya di tapal batas Kerajaan Maespati, Dasamuka dan pasukannya terhalang oleh banjir besar, karena sungai Gangga meluap. Kala Marica yang diperintahkan menyelidiki sebab banjir mendadak itu melaporkan bahwa di hilir sungai ada raksasa sebesar gunung berbaring melintang sungai sehingga membendung airnya.

Dengan murka Dasamuka memerintahkan pasukannya menyerang raksasa itu. Namun , sebelum tiba di tempat itu mereka dihadang ksatria yang mengaku bernama Patih Suwanda. Bala tentara Alengka porak poranda, tidak sanggup melawan kesaktian Sang Patih. Prabu Dasamuka terpaksa turun tangan sendiri, dan dengan kesaktian yang dimilikinya ia membunuh patih Suwanda. Kematian patih Maespati itu menyebabkan sang  Raksasa, yakni Prabu Arjusasrabahu yang sedang tiwikrama murka.

Perang tanding terjadi di antara kedua raja itu. Dasamuka tidak dapat terbunuh, karena memiliki Aji Pancasona. Namun dengan anak panah sakti Kalamanggaseta , akhirnya Dasamuka dapat ditawan. Ia kemudian dibawa ke Maespati di alun-alun kerajaan.

Beberapa tahun kemudian, Dewi Sarpakenaka melaporkan tentang Dewi Sinta yang mengikuti Rama berkelana di hutan Dandaka. Sarpakenaka menceritakan tentang kecantikan Dewi Sinta itu kepada kakaknya.

Mendengar cerita dan laporan adiknya itu Prabu Dasamuka ingat akan petunjuk Begawan Maryuta yang menyebutkan bahwa salah seorang titisan Dewi Widawati adalah fdewi Sinta. Karena itu, raja Alengka itu segera berangkat ke hutan Dandaka. Ia mengajak seorang prajurit sakti kepercayaannya, Kala Marica. Dengan tipu muslihat,  akhirnya Dasamuka berhasil menculik Dewi Shinta. Jatayu, seekor burung garuda, yang mencoba mencegah kejahatan Dasamuka, dibunuhnya dengan pedang Candrasa.

Di Istana Alengka, Dewi Sinta disekap di Taman Argasoka. Hampir setiap hari, selama hampir dua belas tahun Sinta dibujuk dan dirayu oleh Dasamuka, namun Dasamuka tidak pernah berhasil. Wanita Cantik itu mengancam akan bunuh diri bilamana raja raksasa itu mencoba menjamah tubuhnya.

Keponakan Dasamuka, puteri Gunawan Wibisana yang bernama Dewi Trijata, ditugasi untuk melayani sekaligus mengawasi Dewi Sinta di taman Argasoka. Namun, karena kemudian Trijata dianggap memihak Dewi Sinta, Dasamuka lalu mengutuk keponakannya itu, kelak akan kawin dengan seorang monyet tua. Kelak terbukti, kutukan Dasamuka atas Dewi Trijata itu.

Peculikan atas Dewi Sinta ini membuat Prabu Dasamuka ditentang oleh dua orang adiknya, yaitu Kumbakarna dan Gunawan Wibisana. Karena dianggap merongrong kewibawaannya. Gunawan Wibisana kemudian diusir keluar dari kerajaan. Sedangkan Kumbakarna yang tidak setuju dengan perbuatan kakaknya, segera meninggalkan istana dan pulang ke ksatriannya di Pangleburgangsa lalu tidur, tidak mau tahu urusan kenegaraan lagi.

Suatu saat, Raja Alengka itu mendapat laporan bahwa Ramawijaya mengutus Anoman untuk menjumpai Dewi Sinta.  Prabu Dasamuka langsung menugasi salah seorang istrinya, yaitu Dewi Sayempraba untuk merancang rekayasa guna menggagalkan perjalanan Anoman.

Tugas ini dijalankan dengan baik. Dewi Sayempraba berhasil mencegat dan merayu Anoman, ketika kera putih itu sedang dalam perjalanan menuju Alengka. Anoman terpikat rayuan wanita cantik itu. Dewi Sayempraba memberinya makanan beracun, sehingga Anoman menjadi buta. Namun Anoman kemudian ditolong seekor garuda sakti bernama Sempati. Sempati membantu menyembuhkan Anoman dari kebutaan dan membantu menerbangkannya ke Alengka.

Setelah Anoman berhasil menjumpai Dewi Sinta, ia tertangkap oleh Indrajid dan dibawa ke hadapan Prabu Dasamuka. Dengan penuh geram, raja Alengka itu memerintahkan agar Anoman dibakar hidup-hidup. Namun, kesempatan itu justru digunakan Anoman untuk membakar dan memporakporandakan Istana Alengka dan setelah itu kabur.

Kekesalan Dasamuka terhadap Anoman sebenarnya belum reda manakala seekor kera berbulu merah bernama Anggada  datang menghadap. Anggada mengaku utusan Rama dan menyampaikan ultimatum agar Dasamuka membebaskan Sinta, kalau tidak, Alengka akan diserang. Walaupun ultimatum itu sempat membuat merah telinganya, raja Alengka itu berpikir cerdik. Dengan ramah disambutnya Anggada dan dikatakannya bahwa sesungguhnya Anggada adalah keponakannya.

Prabu Dasamuka mengingatkan, bahwa Anggada adalah anak Dewi Tara dari Resi Subali. Padahal Dewi Tara adalah adik Dewi Tari, istri Dasamuka. Dengan begitu, jelas bahwa Anggada adalah keponakannya. Selain itu Dasamuka juga mengingatkan bahwa yang membunuh Resi Subali adalah Ramawijaya.

Kecerdikan Dasamuka ternyata membuahkan hasil. Dengan penuh kemarahan, Anggada kembali ke Suwelagiri dengan tekad membunuh Ramawijaya sebagai pelampiasan dendam atas kematian ayahnya.

Namun, kepuasan Dasamuka tidak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian Anggada telah muncul kembali di Istana Alengka sambil memaki-maki Dasamuka dengan penuh kemarahan. Rupanya Anoman telah berhasil menyadarkan Anggada, bahwa sesungguhnya Prabu Dasamuka lah yang telah menghasut dan mengadu domba Resi Subali dengan Prabu Sugriwa. Karenanya, begitu mereka berhadapan Anggada langsung menyerang Dasamuka.

Sewaktu raja Alengka sedang berusaha melindungi diri dari serangan kera berbulu mrah itu, Anggada sempat menyambar mahkotanya sehingga lepas dari kepalanya. Bagi Dasanuka ini adalah penghinaan yang luas biasa. Bersama Indrajid dan sekalian anaknya yang ain, Dasamuka berusaha memburu Anggada, tetpi anak Resi Subali itu berhasil lolos dan kembali ke Suwelagiri, tempat Ramawijaya dan anak buahnya bermukim.

 

Sumber : Ensiklopedi Wayang Indonesia

Share.

About Author

Hadisukirno adalah produsen Kerajinan Kulit yang berdiri sejak tahun 1972. Saat ini kami sudah bekerjasama dengan 45 sub pengrajin yang melibatkan 650 karyawan. Gallery kami beralamat di Jl S Parman 35 Yogyakarta. Produk utama kami adalah wayang kulit dan souvenir. Kami menyediakan wayang kulit baik untuk kebutuhan pentas dalang, koleksi maupun souvenir. Kami selalu berusaha melakukan pengembangan dan inovasi untuk produk kami sesuai dengan selera konsumen namun tetap menjaga kelestarian budaya dan karya bangsa Indonesia. Dan atas anugerah Yang Maha Kuasa, pada tahun 1987 Hadisukirno mendapat penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo untuk Produktivitas Dalam Bidang Eksport Industri Kerajinan Kulit, dengan surat tertanggal 29 Agustus 1987 dengan NOMOR KEP - 1286/MEN/1987.

Leave A Reply