Batara Kala dalam ajaran agama Hindu adalah putera Dewa Siwa dengan Dewi Uma. Batara Kala berwujud raksasa yang berwajah menyeramkan.
Dalam kitab Tattwa dikisahkan, suatu saat Dewa Siwa bersama istrinya Dewi Uma berjalan-jalan di tepi laut. Tanpa diduga kain Dewi Uma tersingkap karena diterpa angin yang berhembus sehingga betisnya terlihat. Melihat hal itu, timbullah hasrat Dew Siwaa untuk mengajak Dewi Uma melakukan hubungan badan, namun Sang Dewi Menolak karena perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan oleh Dewa-Dewi kahyangan.
Akhirnya keduanya kembali ke kahyangan, dan air kama Dewa Siwa jatuh ke laut yang kemudian ditemukan oleh Dewa Brahma dan Wisnu. Benih tersebut kemudian dicipta menjadi seorang raksasa yang menggeram-geram menanyakan siapa orangtuanya. Dengan petunjuk Dewa Brahma dan Dewa Wisnu, raksasa itu mengetahui bahwa orangtuanya adalah Dewa Siwa dan Dewi Uma.
Maka raksasa itu segera menuju kahyangan untuk meminta pengakuan dari Dewa Siwa. Sebelum Dewa Siwa mengakui raksasa itu sebagai puteranya, terlebih dahulu ia harus memotong taringnya yang panjang agar dapat melihat wujud orangtuanya seutuhnya. Syarat itu pun dipenuhi, akhirnya Dewa Siwa pun mengakui sang raksasa sebagai puteranya yang kemudian diberi gelar Batara Kala.
Sedangkan dalam versi lain disebutkan, Batara Kala adalah putera dari Btara Guru. Dikisahkan, suatu saat menjelang senja, Betara Guru dan Dewi Uma pergi menghibur diri dengan menunggang lembu Andini mengangkasa melihat pemandangan alam. Tidak sengaja saat di atas lautan, angin menyingkap kain Dewi Uma. Batara Guru tergiur melihat betis istrinya, ia kemudian merayu Dewi Uma dan mengajaknya memadu kasih saat itu juga di atas penggung Lembu Andini. Namun Dewi Uma menolak ajakan suaminya karena ia merasa bahwa hal itu tidak pantas.
Batara Guru terus berusaha merayu, namun Dewi Uma tetap berusaha menghindar, akhirnya karena tidak bisa lagi menahan hasratnya, keluarlah air kama (mani) Batara Guru dan jatuh ke laut.
Penolakan Dewi Uma membuat Batara Guru kesal dan marah. Mereka kemudian bertengkar. Dalam keadaan marah, Dewi Uma mengatakan bahwa perbuatan Batara Guru hanya pantas dilakukan oleh makhluk bertaring panjang. Apa yang diucapkan Dewi Uma menjadi kenyataan, kemarahan Batara Guru semakin memuncak setelah ia menyadari taringnya tumbuh menjadi panjang. Batara Guru pun membalas mengutuk Dewi Uma menjadi seorang raksesi.
Dewi Uma yang sudah berwujud raksasa oleh Batara Guru ditukar jiwanya dengan Sang Hyang Permoni yang berwajah cantik namun berhati dengki dan culas. Dewi Uma kemudian diberi gelar batari Durga.
Sedangkan air mani Batara Guru yang jatuh ke laut lahir seorang anak yang berwujud raksasa yang sangat menyeramkan. Raksasa itu ke kahyangan Jonggringsaloka dan mengamuk serta meminta tiga permintaan. Raksasa itu minta untuk diakui sebagai anak, diberi nama dan diberi seorang istri.
Batara Guru pun mengakui raksasa tersebut sebagai puteranya dan diberi nama Batara Kala. Batara Kala kemudian dijodohkan dengan Dewi Uma yang telah menjadi raksasa yang bergelar Betari Durga. Keduanya kemudian ditempatkan di kahyangan Setra Gondomayit dan menguasai segala jenis jin, gandarwa dan makhluk halus lainnya.
Ketika Batara Kala meminta makanan, maka Batara Guru member makanan tetapi ditentukan yaitu :
- Anak ontang-anting (anak satu-satunya/semata wayang)
- Pandawa Lima yaitu anak lima laki-lakisemua tau anak lima puteri semua
- Kedono-kedini, anak yaitu laki-laki dan perempuan.
Itulah yang menjadi makanan Batara Kala yang biasa disebut bocah Sukerta (Jawa). Oleh karena itu menurut kepercayaan masyarakat Jawa, untuk menghindari dari mangsa Batara Kala, bocah sukerta harus diruwat dengan menggelar pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Murwakala atau Ruwatan.