Meski antara Pandawa dan Korawa bersaudara, Korawa terutama Doryudana selalu merasa iri kepada para Pandawa. Kurawa memiliki rencana untuk membunuh para Pandawa dan juga ibunya Kunti.
Korawa pura-pura mengundang Pandawa dan Ibunya, Kunti untuk berlibur ke Waranawata. Korawa menyuruh Purocana untuk menyediakan rumah penginapan yang sengaja dibuat dengan bahan seperti lilin sehingga mudah terbakar. Namun kelima Pandawa dan Dewi Kunti selamat dari jebakan itu.
Saat rumah penginapan itu terbakar, Pandawaberhasil meralrikan diri melalui terowongan yang sampai di sungai Gangga. Mereka kemudian diantar menyeberangi sungai oleh pesuruh Widura. Setelah menyeberangi sungai Gangga, mereka melewati Sidawata dan sampai Hidimbawana. Dalam perjalanan yang melewati jarak kira-kira tujuh puluh dua mil itu Bima memikul semua saudaranya dan juga ibunya.Peristiwa itu dikenal dengan lakon Bale Sigalagala.
Di Hidimbawana, Bima bertemu dengan Hidimbi atau dalam pewayangan jawa biasa disebut Arimbi. Arimbi jatuh cinta kepada Bima, namun kakaknya, Hidimba (Arimba) yang merupakan Raja kerajaan Pringgodani marah karena Arimbi jatuh cinta kepada seseorang yang seharusnya menjadi santapan mereka. Pada saat itu, perkelahian antara Bima dan Hidimba pun tidak dapat dielakan. Dan dalam pertarungan itu, Bima memenangkannya dan berhasil membunuh Hidimba.
Bima kemudian menikah dengan Hidimbi, mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Gatotkaca. Bima juga mempunyai seorang putera dari Dropadi yang merupakan istri para Pandawa yang bernama Sotasoma. Bima juga menikah dengan puteri Balandhara dari kerajaan Kashi dan memiliki anak bernama Sarwaga. Semua putera Bima ikut dalam pertempuran besar di Kurukhsetra, namun semuanya gugur dalam pertempuran itu.
Setelah menikah dengan Arimbi, Bima, Dewi Kunti dan Para Pandawa meninggalkan Hidimbawana dan mereka tiba di sebuah kota yang bernama Ekacakra. Di Ekacakra, mereka tinggal di rumah keluarga brahmana. Di Ekacakra kebetulan sedang diteror seorang raksasa bernama Bakasura. Raksasa itu akan berhenti mengganggu kota,dengan syarat penduduk Ekacakra harus mempersembahkan makanan yang enak dan seorang manusia setiap minggunya. Dan kebetulan, kini giliran keluarga brahmana itu. Karena merasa berutang budi, maka Kunti menyerahkan Bima yang nantinya akan membunuh raksasa Baka.
Pada hari yang telah ditentukan, Bima datang ke gua Bakasura dengan membawa segerobak makanan. Namun, ia justru menghabiskan semua makanan yang seharusnya ia persembahkan untuk Bakasura. Bima kemudian menantang Bakasura untuk duel dengannya. Karena merasa dihina, Bakasura sangat marah dan menerjang Bima. Terjadilah pertarungan yang sengit antara keduanya. Namun, akhirnya Bima berhasil meremukkan tubuh Bakasura dan menyeretnya sampai pintu gerbang Ekacakra.
Setelah beberapa lama tinggal di Ekacakra, Pandawa akhirnya memutuskan untuk pergi ke Kampilya, ibukota kerajaan Pancahala.
Dalam pertempuran di Kurukhsetra (Bharatayuddha), Bima berhasil membunuh Duryodana dengan senjata Gadanya pada hari terakhir Baratayuda.
Bima dalam pewayangan Jawa memiliki kisah yang sedikit berbeda. Bima memiliki sifat gagah, berani, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta menganggap semua orang sederajat. Oleh karena itu, Bima tidak pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil). Bima berbicara dengan halus ketika dia menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci, dan ketika ia bertemu dengan Dewa Ruci.
Bima memiliki keahlian dalam memainkan senjata gada dan memiliki berbagai macam senjata, antara lain Kuku Pancanaka, gada Rujakpala, Alugara, Bargawa dan Bargawasta. Bima juga memiliki beberapa ajian, antara lain Aji Bandung Bandawasa, Aji Ketuglindhu, Aji Bayubraja, dan Aji Blabak Pangantol-antol.
Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran yaitu, Gelung Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga. Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain: Kampuh atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.
Bima memiliki tiga orang istri dan tiga orang anak. Dari Dewi Nagagini, dikaruniai putera bernama Arya Antareja. Dari Dewi Arimbi, berputera raden Gatotkaca. Dan dari Dewi Urangayu berputera Arya Antasena. Dan menurut versi Banyumas, Bima memiliki istri satu lagi yaitu Dewi Rekawati dan berputera Srenggegini.
Bima memiliki banyak nama lain antar lain, Bratasena, Balawa, Birawa, Dandungwacana, Nagata, Kusumayuda, Korawa, Pandusiwi, Bayusuta,Wijasena, Jagal Abilawa.
Bima mati dalam perjalan ke puncak gunung Himalaya bersama para Pandawa dan Dropadi. Dan Arwahnya mencapai kedamaian di surga.