Duryudana

0

Duryudana dan para Kurawa pernah mencoba untuk membunuh Bima dengan meracuni putera kedua Pandu itu dan kemudian membuangnya ke smur Jatalunda yang penuh dengan ular berbisa, namun usaha itu gagal. Bima berhasil menyelamatkan diri.

Selain itu, Duryudana dan para Kurawa juga merencanakan untuk membunuh semua Pandawa dan ibunya Kunti dengan mengundang mereka untuk menikmati nyamannya peristirahatan di puncak pegunungan yang bernama Bale Sigala-gala.

Bangunan yang indah itu memang sudah dirancang khusus dengan tiang-tiang bangunan diisi dengan sendawa dan gandaruken, yaitu bahan yang sejenis dengan mesiu dan minyak yag mudah terbakar. Setelah para Pandawa terlena, mereka pun membakar bangunan itu. Namun usaha mereka kembali gagal, karena Pandawa dan Dewi Kunti berhasil selamat dari kobaran api tersebut. (Lihat Bale Sigala-Gala).

Saat Pandawa berhasil membangun istana Indrapastha, Duryudana juga diundang untuk menghadiri upacara Raja Suya yang diadakan oleh Prabu Yudhistira. Pada acara ini lah Duryudana dipermalukan oleh istri Yudhistira, Drupadi.

Tanpa sengaja ia tercebur ke dalam kolam di salah satu ruangan di istana tersebut. Ia mengira bahwa itu adalah lantai yang sangat licin. Drupadi yang melihat kejadian itu pun tertawa terbahak-bahak dan sempat menghina Duryudana karena ayahnya buta.

Atas hasutan Sengkuni, Duryudana mengundang Yudhistira dan Pandawa untuk bermain dadu. Duryudana dan Kurawa sudah berniat ingin merebut apa yang dimiliki oleh Pandawa dan juga mempermalukan mereka.

Niat mereka pun akhirnya terwujud. Dengan kelicikan Sengkuni, Yudhistira kalah bermain dadu, hingga ia kehilangan harta, istana, kerajaannya dan harus menjalani masa pengasingan selama 12 tahun di hutan.

Suatu ketika, saat Pandawa menjalani masa pembuangan, Duryudana mengadakan pesta besar di dekat gubuk dimana Pandawa tinggal. Tujuannya adalah untuk membuat Pandawa sedih karena mendengar kemeriahan pesta dan bau masakan yang enak.

Namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Para raksasa gandarwa yang menghuni Hutan Kamiyaka merasa terganggu oleh kemeriahan dan keributan yang ditimbulkan pesta itu. Para Gandarawa menyerang Kurawa dan menawan Duryudana beserta beberapa orang adiknya. Jaydarata akhirnya mengambil inisiatif untuk meminta bantuan Pandawa.

Bima dan Arjuna akhirnya berhasil mengalahkan para Gandarwa dan membebaskan Duryudana serta adik-adiknya. Peristiwa ini amat memalukan Duryudana, dan semakin menambah sakit hatinya pada para Pandawa.

Meski bersifat serakah dan selalu ingin menang sendiri, tetapi ia sangat sayang terhadap isterinya, Dewi Banowati. Ia selalu bersikap lembut dan mengalah kepada puteri ketiga Prabu Salya tersebut. Dari pernikahan itu, mereka dikarunia dua orang anak yang diberi nama Lesmana dan Lesmanawati.

Selain mahir dalam memainkan senjata gada, Duryudana juga kebal terhadap segala macam senjata, kecuali bagian paha kiri. Kesaktian yang ia miliki itu diceritakan dalam dua versi. Pertama karena Duryudana pernah mandi dengan Lenga Tala, sehingga anggota badan yang terkena minyak sakti tersebut kebal terhadap segala macam senjata.

Sedangkan versi yang lain diceritakan, malam hari menjelang pertemuran antara Duryudana dan bima, Dewi Gendari memanggil putera sulungnya itu. Ia berpesan, agar saat menghadap ibunya, Duryudana harus bertelanjang bulat, tidak boleh mengenakan selembar pakaian pun.

Meskipun tidak paham apa maksud ibunya, Duryudana melaksanakan perintah itu. Namun di tengah jalan, ia bertemu dengan Prabu Kresna. Saat itu, Kresna berkata bahwa angat tidak pantas seorang keturunan Barata yang bermartabat tinggi menghadap ibunya dalam keadaan telanjang bulat. Karena malu, Duryudana kemudian menutupi tubuh bagian bawahnya dengan sehelai daun.

Di hadapan ibunya, karena malu, Duryudana mula-mula berdiri membelakangi sang Ibu. Dewi Gendari membuka penutup matanya. Dari mata itu tiba-tiba memancar sinar sakti Tejawijaya menyelimuti tubuh Duryudana bagian belakang. Sesudah seluruh bagian belakang tubuh anaknya terkena sorot matanya, Dewi  Gendari menyruh anaknya membalikkan tubuh menghadap arahnya.

Betapa terkejutnya Dewi gendari setelah mengetahuo bahwa ternyata Duryudana tidak telanjang bulat seperti yang ia pesankan. Setelah melampiaskan kekesalannya karena Duryudana tidak mengindahkan pesannya, Dewi gendari memberitahun anak sulungnya, bahwa kecuali bagian tubuh yang tertutup daun, Duryudana kebal terhadap segala macam senjata.

Peristiwa itu membuat Duryudana menyesal sekaligus kesal. Ia menyesal karena tidak menuruti perintah ibunya, sehingga kini tidak seluruh tubuhnya kebal.

Pada hari ke-18 Baratayuda, Duryudana berhadapan dengan Bima. Kemampuannya dalam memainkan senjata gada, membuat pertarungan antara keduanya berlangsung sengit. Dengan petunjuk Prabu Kresna, akhirnya Bima mengarahkan gadanya ke paha kiri Duryudana. Paha kiri Duryudana remuk terkena hantaman gada Bima dan itu menyebabkan kalah dan kemudian tewas.

Menurut pewayangan, kalahnya Duryudana adalah karena kutukan Begawan Maetreya. Beberapa hari menjelang Baratayuda, Begawan Maetreya datang menghadap Duryudana dan mengusulkan agar raja Astina itu menghindari pecahnya perang. Sang Begawan mengusulkan agar Kurawa menuruti permintaan dan hak Pandawa.

Namun, nasihat Begawan Maetreya tidak hanya dihiraukan namun juga diremehkan. Sambil menepuk-nepuk paha kirinya, Duryudana membuang muka dan berkaya : “ Seorang brahmana seharusnya hanya member saran dan nasihat kalau ia diminta raja. Kalau tidak sebaiknya ia diam saja dan tak usah mencampuri urusan raja..”

Begawan Maetreya menjadi gusar dengan ucapan Duryudana, ia pun mengeluarkan kutukannya, “ Saran dan nasihat hamba sepenuhnya didasari niat baik. Tetapi

Paduka bukan hanya menutup telinga, juga pintu hati. Paduka menepuk-nepuk paha kiri..ketahuilah bahwa paha kiri itulah yang akan membawa apes (kesialan) bagi Paduka pada Baratayuda nanti.”

Kutukan sang Begawan ternyata menjadi kenyataan, saat Duryudana tewas karena dihantam paha kirinya oleh Bima dengan gada.

Share.

About Author

Hadisukirno adalah produsen Kerajinan Kulit yang berdiri sejak tahun 1972. Saat ini kami sudah bekerjasama dengan 45 sub pengrajin yang melibatkan 650 karyawan. Gallery kami beralamat di Jl S Parman 35 Yogyakarta. Produk utama kami adalah wayang kulit dan souvenir. Kami menyediakan wayang kulit baik untuk kebutuhan pentas dalang, koleksi maupun souvenir. Kami selalu berusaha melakukan pengembangan dan inovasi untuk produk kami sesuai dengan selera konsumen namun tetap menjaga kelestarian budaya dan karya bangsa Indonesia. Dan atas anugerah Yang Maha Kuasa, pada tahun 1987 Hadisukirno mendapat penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo untuk Produktivitas Dalam Bidang Eksport Industri Kerajinan Kulit, dengan surat tertanggal 29 Agustus 1987 dengan NOMOR KEP - 1286/MEN/1987.

Leave A Reply