Jayadrata

0

Jayadrata, raja muda di Kerajaan Sindu Kalangan bergelar Arya Sindureja, sebenarnya berasal dari kulit bungkus bayi Bima. Putra kedua Dewi Kunti itu lahir dalam keadaan terbungkus kulit tebal dan ulet. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuka bungkus bayi itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya Batara Narada turun ke bumi, dan memberitahu bahwa bungkus bayi itu hanya dapat dibuka oleh seekor gajah peliharaaan Kerajaan Astina.

Di alun-alun Astina, gajah bernama Sena itu berhasil memecahkan bungkus bayii itu, setelah binatang itu disusupi Betara Bayu. Namun begitu pecah, karena pengaruh kekuasaan Batara Bayu, datanglah angin puyuh yang menerbangkan kulit bungkus itu, jauh sampai ke pantai negeri Sindu Kalangan atau Sindureja.

Kulit bungkus bayi yang jatuh di pantai itu kemudian digulung ombak dan terlempar ke pangkuan Begawan Sapwani yang saat itu sedang bersemadi untuk memohon kepada para Dewa agar dikaruniai anak.Permohonannya terkabul. Kulit bungkus bayi di pangkuan Begawan Sapwani tiba-tiba menjelma menjadi bayi laki-laki.

Begitu gembiranya Begawan Sapwani, ia sangat menyayangi putera pujaannya itu dan diberi nama Bambang Sagara, alias Arya Tirtanata, alias Jayadrata. Setelah dewasa wajah dan badan Jayadrata mirip sekali dengan Bima.

Suatu saat Begawan Sapwani memberitahu tentang asal-usul Jayadrata. Atas izin Begawan Sapwani memberinya petunjuk, bahwa BIma berada di Kerajaan Astina. Namun sesampainya di Astina, Jayadrata tidak bertemu dengan Bima dan juga Pandawa. Saat itu, para Pandawa sedang berkelana setelah peristiwa pembakaran Bale Sigala-gala.

Jayadrata hanya berjumpa dengan keluarga Kurawa. Setelah mengetahui riwayat hidup Jayadrata, Patih Sengkuni bisa menduga bahwa Jayadrata adalah ksatria perkasa yang bisa diandalkan. Ia pun membujuk anak Begawan Sapwani itu untuk bergabung dengan Kurawa.

Jayadrata diberi pangkat tinggi dan juga dinikahkan dengan Dewi Dursilawati, bungsu Kurawa. Duryudana memperhitungkan, bila Jayadrata menjadi iparnya, pada Baratayuda kelak, ksatria perkasa itu tentu akan berpihak pada Kurawa.

Dari perkawinannya dengan Dewi Dursilawati, Jayadrata mendapat dua orang anak, yaitu Arya Wiruta alias Jaka Wikata dan Arya Surata.

Dalam Baratayuda, Jayadrata berperang di pihak Kurawa. Ia juga ikut mengeroyok Abimanyu. Waktu itu Abimanyu baru saja membunuh putra mahkota Astina, Lesmana Mandrakumara. Mayat Lesmana yang tergeletak di dekat kaki ABimanyu tak bisa diambil oleh Kurawa, karena Abimanyu masih tetap melepaskan anak panah pada siapa saha yang berusaha mendekat.

Untuk mengambil mayat Lesmana, Jayadrata dengan gajah tunggangannya menubruk tubuh Abimanyu hingga terguling. Saat itulah, Jayadrata melompat dari gajahnya dan kemudian memukul kepala Abimanyu dengan gada Kyai Glinggang, sehingga remuk. Abimanyu gugur mengenaskan.

Kematian Abimanyu membuat Arjuna marah dan bersumpah akan bunuh diri kalau sampai besok sore ia tidak berhasil membunuh Jayadrata.

Mendengar sumpah itu pihak Kurawa lalu menyembunyikan jayadrata di garis belakang. Ia tidak boleh keluar dari benteng. Harapan mereka, agar Arjuna tidak berhasil menemukan dan membunuh Jayadrata sehingga Arjuna itu terpaksa bunuh diri sesuai sumpahnya.

Untuk melindungi anaknya, Begawan Sapwani dengan ilmu yang dimilikinya menciptakan seratus orang kembaran Jayadrata, supaya Arjuna salah bunuh.

Namun dengan bantuan Prabu Kresna,akhirnya Arjuna berhasil membunuh Jayadrata. Dengan senjata Cakra, Prabu Kresna menghalangi matahari, sehingga keadaan di bumi saat itu gelap seperti senja hari. Jayadrata mengira dirinya telah selamat, muncul ke gelanggang perang untuk ikut menyaksikan Arjuna melaksanakan sumpahnya, bunuh diri. Kesempatan ini tidak disia-siakan Arjuna.

Dengan panah Pasopati ia membunuh lawna yang telah seharian diincarnya itu. Pasopati menebas leher Jayadrata dan kepalanya terpentak jauh, jatuh di pangkuan
Begawan Sapwani. Segera para Kurawa memprotes dan menuduh Arjuna mengingkari sumpahnya. Namun saat itu pula, Prabu Kresna menarik kembali senjata Cakranya, sehingga dunia terang benderang kembali.

Sementara itu, semalam suntuk Begawan Sapwani memangku kepala Jayadrata. Hatinya diliputi perasaan sedih, marah dan sekaligus dendam. Dengan kesaktiannya yang dimilikinya, Begawan Sapwani berhasil menghidupkan kembali kepala anaknya, walaupun sudah tanpa tubuh lagi.

Pada pagi harinya,Begawan Sapwani menyepilkan sebilah cis (senjata serupa tombak pendek dengan pengait, yang biasanya digunakan oleh srati atau pawing binatang) di antara gigi Jayadrata. Dengan kesaktian Begawan Sapwani pula, kepala Jayadrata yang kini telah hidup, kembali melayang ke angkasa dan pergi ke medan pertempuran di Tegal Kurukhsetra. Kepala Jayadrata mengamuk.

Dengan senjata cis yang terselip di antara giginya, kepala tanpa badan itu menimbulkan banyak korban di pihak Pandawa. Diantaranya adalah tiga orang putera Arjuna, yakni gandakusuma, Prabakusuma dan Gandawerdaya.

Melihat bahaya itu, Prabu Kresna menyurugh Bima menghadapi potongan kepala ajayadrata. Ketika potongan kepala itu melayang kepadanya, seketika itu juga kepala Jayadrata pecah dan berubah ujud menjadi kulit bungkus bayi.

Share.

About Author

Hadisukirno adalah produsen Kerajinan Kulit yang berdiri sejak tahun 1972. Saat ini kami sudah bekerjasama dengan 45 sub pengrajin yang melibatkan 650 karyawan. Gallery kami beralamat di Jl S Parman 35 Yogyakarta. Produk utama kami adalah wayang kulit dan souvenir. Kami menyediakan wayang kulit baik untuk kebutuhan pentas dalang, koleksi maupun souvenir. Kami selalu berusaha melakukan pengembangan dan inovasi untuk produk kami sesuai dengan selera konsumen namun tetap menjaga kelestarian budaya dan karya bangsa Indonesia. Dan atas anugerah Yang Maha Kuasa, pada tahun 1987 Hadisukirno mendapat penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja Bapak Sudomo untuk Produktivitas Dalam Bidang Eksport Industri Kerajinan Kulit, dengan surat tertanggal 29 Agustus 1987 dengan NOMOR KEP - 1286/MEN/1987.

Leave A Reply