Dalam cerita Ramayana, salah satu tokoh antagonis yang paling terkenal adalah Rahwana atau Dasamuka. Prabu Dasamuka adalah raja Kerajaan Alengka. Ia putera sulung Begawan Wisrawa dengan Dewi Sukesi. Dasamuka naik takhta menggantikan kakeknya, Prabu Subali. Rahwana memiliki sifat yang dianggap sebagai lambang angkara murka, serakah dan tamak.
Saat usianya sudah menginjak dewasa, atas izin ayahnya, Dewi Sukesi mengadakan sayembara untuk mendapatkan seorang suami. Syarat sayembara itu, siapa yang dapat menerangkan intisari ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, berhak untuk menjadi suami Dewi Sukesi.
Salah seorang pelamar yang mengikuti sayembara itu adalah Begawan Wisrawa, yang bermaksud meminang Dewi Sukesi bagi putranya, Prabu Wisrawarna, raja negeri Lokapala. Namun pada saat Begawan Wisrawa mengajarkan ilmu itu, Batara Guru dan Dewi Uma turun tangan mencegahnya. Bagi para dewa, penyebaran ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu di kalangan manusia memang merupakan larangan.
Untuk menggagalkan pengajaran ilmu itu, Batara Guru lalu menysup ke raga Begawan Wisrawa, sedangkan Dewi Uma merasuk ke tubuh Dewi Sukesi. Begawan Wisrawa pun tergoda oleh kecantikan Dewi Sukesi. Nafsu birahi Begawan Wisrawa meluap-luap sehingga ia lupa akan tugas pokoknya untuk melamarkan puteri Alengka itu untuk puteranya. Terjadilah hubungan yang tidak diharapkan antara guru dan murid itu.
Prabu Sumali terpaksa menikahkan keduanya untuk menutup rasa malu. Pada mulanya, niat Prabu Sumali itu ditentang oleh Jambumangli, saudara sepupu sang puteri yang ternyata diam-diam mencintai Dewi Sukesi. Namun akhirnya, Jambumangli mati terbunuh secara aniaya dalam perkelahian dengan Begawan Wisrawa.
Anak yang lahir dari hubungan terlarang itu adalah Rahwana. Dan dari pernikahan Begawan Wisrawa dengan Dewi Sukeso, lahirlah adik-adik Rahwana, yakni Kumabkarna, Sarpakenaka dan Wibisana. Dari empat bersaudara itu, hanya Wibisana yang berwujud manusia, sedangkan lainnya berwujud raksasa.
Saat masih muda, mereka berempat pernah bertapa bersama-sama di Gununug Gohkarna sampai berbulan-bulan. Keempat kakak beradik itu sepakat tidak akan berhenti bertapa sebelum maksud dan keinginan mereka tercapai. Akibatnya, kahyangan menjadi goncang dan membuat para dewa-dewi gelisah. Batara Narada segera turun ke dunia untuk menemui keempat anak Begawan Wisrawa itu.
Batara Narada kemudian menanyakan apa maksud dan tujuan mereka bertapa. Dasamuka minta agar ia diberi kesaktian luar biasa. Ia tidak ingin ada orang atau makhluk apa pun yang bisa mengalahkannya.
Kumbakarna minta agar ia diberi umur yang amat panjang. Namun setelah diperingatkan Batara Narada, Kumbakarna mengubah permintaannya, ia ingin selalu bisa makan enak dan banyak, bisa tidur nyenyak dan lama.
Dewi Sarpakenaka minta agar ia dapat melampiaskan nafsu birahinya sepuas-puasnya. Sedangkan si bungsu meminta agar dirinya memiliki keberanian untuk menyatakan kebenaran hakiki dan berasni bersikap memihak kebenaran.
Permintaan keempat bersaudara itu pun dikabulkan oleh Batara Narada, setelah sebelumnya memberi peringatan dan resiko dari permintaan mereka.
Selain memiliki kesaktian yang luar biasa, Prabu Dasamuka juga memiliki senjata pusaka yang bernama Kyai Candrasa. Rahwana juga menguasai Aji Pancasona, yang didapatkannya dari gurunya, Resi Subali, seorang kera pertapa dari Sonyapringga. Karena memiliki Aji Pancasona itu, Rahwana tidak akan bisa mati sebelum sampai pada takdir ajalnya.
Perkenalannya dengan Resi Subali bermula ketika pada suatu saat Dasmuka kehilangan tenaga pada saat ia terbang di atas Pertapaan Sonyapringga. Setelah sadar dari pingsan akibat jatuh itu, Dasamuka sangat marah dan mengamuk, memporak-porandakan pertapaan itu.
Tindakan Rahwana ini jelas tidak berkenan bagi Resi Subali. Terjadilah pertarungan antara keduanya. Berkali-kali Rahwana berhasil membunuh Resi Subali, namun pertapa itu kembali bangkit dan hidup kembali. Akhirnya Dasamuka menyerah, dan tidak segan-segan untuk bersujud nenohon ampun pada Resi Subali.
Setelah Resi Subali mengampuninya, Rahwana pun tidak segan-segan mengungkapkan keinginannya untuk berguru kepada Resi Subali.
Sang Resi pun mengajarkan Aji Pancasona kepada Rahwana. Namun karena nafsu angakara murkanya, Setelah Rahwana berhasil menguasai Aji Pancasona, ia pun membuat rencana untuk melenyapkan gurunya itu. Ia tidak ingin kesaktiannya ditandingi siapapun, termasuk gurunya sendiri. Dengan berbagai cara, ia mengadu domba Resi Subali dengan adiknya, Prabu Sugriwa yang menjadi raja Guwakiskenda, sehingga kedua bersaudara itu bermusuhan.
Raja Alengka itu mengirim anak buahnya yang bernama Sukrasana dengan tugas mengadu-domba Subali dan Sugriwa. Tugas itu pun dapat dilaksanaka dengan baik, hingga kakak beradik itu saling berperang. Resi Subali akhirnya gugur setelah Sugriwa mendapat bantuan Ramawijaya.
Suatu saat, Prabu Dasamuka berjumpa dengan Dewi Widawati, puteri Begawan Wersapati. Kecantikan Dewi Widawati membuat Prabu Dasamuka mabuk kepayang. Segera ia melamar puteri titisan Dewi Sri itu, tetapi Dewi Widawati menolak lamarannya. Karena Dasamuka terus memaksa, Dewi Sri lebih memilih untuk bunuh diri dengan cara bunuh diri. Tindakan Dewi Widawati benar-benar membuat Dasamuka marah dan kecewa. Ia pun bersumpah akan tetap berusaha mengawini titisan Dewi Sri berikutnya.
Dari Begawan Maryuta, seorang brahmana sakti yang berhasil dikalahkannya, Rahwana berhasil mendapat keterangan bahwa Dewi Sri akan menitis lagi sebanyak empat kali di dunia. Pertama ia menitis pada Dewi Citrawati, permaisuri Arjunasasrabahu, kemudian Dewi Sukasalya, isteri Prabu Dasarata, selanjutnya Dewi Sinta, isteri Ramawijaya dan yang terakhir Dewi Sri menitis pada Wara Subadra, istri Arjuna.
Ketika ia mengetahui bahwa raja Ayodya, Prabu Banaputra mempunyai seorang puteri cantik bernama Dewi sukasalya, segera Rahwana datang melamarnya. Namun Dasamuka terlambat, Dewi Sukasalya telah lebih dahulu dilarikan Begawan Rawatmaja, atas permintaan Prabu Banaputra. Akibatnya, Rahwana marah besar dan Prabu Banaputra dibunuh. Istana Ayodya pun diporakporandakan dan setelah itu ia mengejar Begawan Rawatmaja serta Sukasalya.
Rahwana berhasil menyusul mereka. Begawan Rawatmaja berusaha melawan untuk melindungi sang Dewi, tetapi kesaktiannya tidak dapat mengimbangi Prabu Dasamuka. Pertapa itu akhirnya gugur. Namun selama perang tanding itu berlangsung, Dewi Sukasalya berhasil malarikan diri dan kemudian bertemu dengan Begawan Dasarata (Prabu Dasarata). Sang dewi meminta perlindungan Begawan Dasarata.
Setelah berhasil membunuh Begawan Rawatmaja, Rahwana berhasil mengejar Dewi Sukasalya yang sudah bersama Begawan Dasarata. Prabu Dasarata meminta agar Dewi Sukasalya diserahkan kepadanya.
Saat genting itu, datanglah Batara Guru yang meminta Dewi Sukasalya menyerahkan kembang sanggul rambut Sukasalya untuk dicipta menjadi seorang puteri yang amat serupa dengan Dewi Sukasalya. Puteri jadi-jadian itu benar-benar mirip dengan Dewi Sukasalya, yang akhirnya dibawa pulang oleh Dasamuka ke Alengka. Ia puas, karena menyangka puteri jadi-jadian itu benar-benar dewi Sukasalya.
Sesampainya di Alengka, Prabu Dasamuka mulai merayu Dewi Sukasalya palsu itu. Namun, yang dirayunya diam saja, tidak memberikan reaksi. Dasamuka marah dan berkata, “ Mengapa diam saja seperti barang Mati?” Karena Dasamuka amat sakti, dengan ucapannya itu seketika Sukasalya tiruan itu pun benar-benar mati.
Amarah Dasamuka semakin menjadi-jadi. Raja yang angkara murka itu mempersalahkan para dewa, yang dianggapnya menjadu sutrada dari kekecewaan yang terus dialaminya. Tanpa piker panjan, ia segera mengumpulkan para senapati dan pasukan raksasanya berangkat menyerang kahyangan Suralaya.
Cingkara dan Balautapa, dua penjaga gerbang kahyangan Selamatangkep kewalahan menghadapinya. Terpaksa Batara Indra datang menjumpai Prabu Dasamuka. Kepada dewa itu, batara Indra menyampaikan protesnya terhadap kematian Dewi Sukasalya palsu. Batara Indra menjawab, kematian Sukasalya adalah karena kata-kata sakti yang diucapkan Dasamuka sendiri.
Penjelasan Batara Indra tidak memuaskan Dasamuka. Rahwana menuntut agar Dewi Sri diserahkan kepadanya. Namun tuntutannya jelas ditolak oleh para dewa.
Akibatnya, pertempuran pun terjadi. Bala tentara kahyangan yang dinamakan dorandara di bawah pimpinan Batara Citrasena dan Batara Prajapati ternyata gagal mengusir pasukan kerajaan Alengka.
Bahkan, pasukan Rahwana menawan Batara Wiswakrama dan puterinya, Dewi Sayempraba.Para dewa benar-benar kewwalahan, hingga akhirnya Batara Narada terpaksa membuat pernjanjian perdamaian agar Rahwana menghentikan serangannya. Para dewa akhirnya menghadiahkan tiga orang bidadari lain sebagai pengganti Dewi Sri. Ketiga bidadari itu yakni Dewi Tari, Dewi Aswani dan Dewi Triwati.
Untuk sementara, Rahwana menerima tawaran Batara Narada. Dengan membawa tiga bidadari itu sebagai putrid boyongan, Dasamuka memerintahkan pasukannya kembali ke Alengka.
Dari ketiga bidadari itu, Dasamuka hanya mengambil Dewi Tari sebagai isterinya. Dua bidadari lainnya, diberikan kepada adik-adiknya. Kumbakarna mendapatkan Dewi Aswani dan wibisana mendapatkan Dewi Triwati.
Saat Dewi tari mengandung, ahli nujum negara Alengka meramalkan bahwa bayi yang kelak akan dilahirkan oleh Dewi Tari, setelah dewasa nanti akan dikejar-kejar raja Alengka itu untuk menjadi isterinya. Bila hal itu terjadi, malapetaka besar akan menimpa seluruh negeri Alengka.
Gunawan Wibisana yang mendengar ramalan itu menjadi cemas, apalagi ternyata Dewi Tari benar melahirkan bayi perempuan. Ia segera bertindak cepat. Dengan izin Dewi tari, ia mengambil bayi itu yang kemudian memasukkannya dalam kotak kendaga dan dibekali kupat sinta, lalu bayi itu dihanyutkan di sungai .
Untuk mengganti bayi yang dihanyutkannya itu, Wibisana kemudian memuja dan mohon pada para dewa agar diberi seorang bayi laki-laki. Para dewa mengabulkan permohonan itu. Dari segumpal awan, diciptakannya seorang bayi laki-laki. Bayi itu kemudian diakukan sebagai anak Dasamuka yang diberi nama Indrajit alias Megananda.
Sementara bayi perempuan yang dihanyutkan, ditemukan dan diangkat anak oleh Prabu Janaka, raja Mantili. Bayi itu diberi nama Dewi Sinta. Kelak setelah dewasa, Sinta menikah dengan Ramawijaya, putra mahkota Kerajaan Ayodya.
Pada awalnya, Prabu Dasamuka tidak percaya bahwa bayi laki-laki yang diakukan itu adalah anaknya. Prabu Dasamuka yakin bahwa bayi yang dilahirkan Dewi Tari adalah bayi perempuan. Karena itu, tanpa rasa kasihan, Rahwana membanting bayi laki-laki itu ke lantai. Namun ajaib, bayi itu bukanmati melainkan tumbuh menjadi besar. Berkali-kali Dasamuka membantingnya dengan geram dan berkali-kali pula bayi itu tumbuh semakin besar hingga akhirnya melawan.
Rahwana merasa kewalahan menghadapi bayi ajaib ini, sehingga terpaksa mengakui bayi itu sebgai anaknya. Ia bahkan sangat sayang dengan anak yang kemudian diberi nama Indrajit itu.
Sifat angkara murka Dasamuka makin hari makin menjadi. Sewaktu didengarnya raja Lokapala yang sebenarnya masih terhitung kakak satu bapak lain ibu, memiliki pusaka sakti bernama Gandik Emas dan Kereta Kencana yang luar biasa bagusnya.
Dasamuka menuntut agar Gandik Emas dan Kereta Kencana itu diserahkan kepadanya. Raja Lokapala, Prabu Wisrawana menolak sehingga terjadilah perang tanding antara keduanya. Namun, Prabu Wisrawana akhirnya diselamatkan oleh Batara Narada. Raja Lokapala itu dilarikan ke kahyangan. Pusaka Gandik Emas dan Kereta Kencana pun berhasil diambil oleh Rahwana.