Salya atau Narasoma adalah salah satu tokoh yang muncul dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah raja kerajaan Madra dan merupakan kakak dari Dewi Madri istri Pandu. Saat perang besar di Kurukhsetra ia terkena jebakan Korawa, sehingga ia terpaksa berperang melawan para Pandawa.
Menurut versi Mahabharata, Salya adalah putera dari raja kerajaan Madra yang bernama Artayana. Ia memiliki adik perempuan bernama Madri yang kemudian menjadi istri kedua Pandu, raja Hastinapura. Salya juga sering disebut Artayani , hal itu merujuk kepada nama ayahnya. Salya kemudian menjadi pewaris takhta kerajaan Madra setelah ayahnya meninggal.
Salya memiliki dua orang putra bernama Rukmarata dan Rukmanggada, namun ibu dari kedua putera itu tidak diketahui dengan jelas. Sedangkan menurut Bharatayuddha, Salya memiliki istri bernama Satyawati dan dari perkawinan itu, mereka dikaruniai seorang putera bernama Rukmarata.
Sedangkan menurut pewayangan Jawa, raja kerajaan Mandaraka yang bernama Mandrapati memiliki dua orang anak bernama Narasoma dan Madrim. Narasoma kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja Mandaraka dan bergelar Salya. Ia juga sering disebut dengan Prabu Salyapati. Sedangkan, adiknya, Madrim menjadi istri kedua Pandu, dan merupakan ibu dari si kembar Nakula dan Sadewa.
Salya menikah dengan Setyawati dan dikaruniai lima orang anak. Yang pertama adalah Erawati istri Baladewa, yang kedua adalah Surtikanti istri Karna. Yang ketiga adalah Banowati istri Doryudana. Yang keempat adalah Burisrawa, dan yang terakhir adalah Rukmarata.
Burisrawa dalam Mahabharata dan Bharatayuddha merupakan putera Somadhatta. Dalam pewayangan, Somadatta dieja dengan Somadenta, dan dianggap sama dengan Salya.
Kisah perkawinan Salya dan Setyawati dikisahkan saat Narasoma (Salya waktu masih muda) pergi berkelana karena menolak dijodohkan ayahnya. Di tengah jalan ia bertemu seorang brahmana raksasa bernama Resi Bagaspati yang ingin menjadikan menantu.
Bagaspati mengaku memiliki putri cantik bernama Pujawati yang mimpi bertemu Narasoma dan jatuh hati kepadanya. Narasoma langsung menolak lamaran Bagaspati karena yakin Pujawati pasti juga berparas raksasa. Keduanya pun bertarung, dan Narasoma berhasil dikalahkan, ia lalu dibawa ke tempat tinggal Bagaspati ke Pertapaan Argabelah.
Sesampainya di Argabelah, Narasoma terkejut mengetahui bahwa Pujawati ternyata benar-benar cantik, dan ia pun berubah pikiran dan bersedia menikahi Pujawati.
Narasoma merasa jijik memiliki mertua seorang raksasa. Pujawati, sang istri yang lugu pun langsung menyampaikan hal itu kepada ayahnya. Bagaspati lalu menyuruh putrinya untuk memilih antara ayah atau suami. Ternyata Pujawati memilih sang suami. Bagaspati tidak marah dengan jawaban puterinya, ia justru bangga dan mengganti nama Pujawati menjadi Setyawati.
Setyawati kemudian menyampaikan kepada Narasoma bahwa ayahnya siap mati daripada menganggu keharmonisan mereka. Bagaspati rela dibunuh asalkan, Setyawati jangan sampai dimadu. Narasoma menyanggupi syarat yang diminta sang mertua. Ia kemudian menusuk Bagaspati namun tidak mempan. Bagaspati sadar kalau ia memiliki ilmu kesaktian bernama Candabirawa, maka ia pun mewariskan ilmu tersebut kepada Narasoma terlebih dahulu.
Narasoma kemudian menusuk siku Bagaspati, yaitu tempat titik kelemahannya. Bagaspati langsung tewas seketika. Narasoma kemudian membawa Setyawati pulang ke Mandaraka.
Kedatangan Narasoma dan Setyawati disambut dengan gembira oleh ayahnya, Mandrapati. Namun ia berubah menjadi sedih ketika mendengar bahwa Bagaspati mati ditangan anaknya. Ternyata Bagaspati adalah sahabat baik Mandrapati, maka dari itu ia pun marah dan langsung mengusir Narasoma pergi dari istana. Madrim pun akhirnya menyusul kepergian kakaknya yang masih sangat ia rindukan.
Narasoma dan Madrim tiba di kerajaan Mandura yang saat itu sedang diadakan sayembara untuk mendapatkan puteri negeri tersebut yang bernama Kunti. Salya mengikuti sayembara itu dan dengan mengerahkan Candabirawa ia berhasil mengalahkan semua peserta yang mengikuti sayembara.
Sementara Pandu, pangeran Hastina datang terlambat dan memutuskan untuk pulang. Namun, Narasoma mencegah dan menantangnya. Sebenarnya Pandu tidak mau melayani tantangan itu, karena Narasoma sudah ditetapkan sebagai pemenangnya. Narasoma terus memaksa Pandu, dan bahkan ia berjanji akan menyerahkan Kunti dan Madrim sekaligus, jika Pandu mampu mengalahkan dirinya.
Akhirnya, Pandu pun terpaksa menerima tantangan Narasoma. Narasoma langsung mengerahkan ilmu Candabirawa. Dari jarinya muncul raksasa kecil yang ganas, dan apabila dilukai jumlahnya justru akan bertambah banyak. Pandu pun sempat terdesak, dan atas nasihat pembantunya yang bernama Semar, ia pun mengheningkan cipta menyerahkan diri kepada Tuhan. Dengan cara itu, Candabirawa menjadi lumpuh dengan sendirinya.
Narasoma akhirnya menyerah dan menyerahkan Kunti dan Madrim kepada Pandu. Memang tujuan Narasoma ikut dalam sayembara itu bukan menginginkan Kunti, namun ia hanya ingin sekadar mencoba keampuhan Candrabirawa.
Narasoma kemudian kembali ke Mandaraka, setibanya di sana ia dikejutkan dengan kematian ayahnya. Konon, Mandrapati sangat sedih atas kematian sahabatnya, Bagaspati. Ia merasa gagal menjadi ayah yang baik sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri.
Narasoma menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja di Mandaraka dan bergelar Salya, dengan didampingi Tuhayata sebagai patih.
Sifat sombongnya memang tidak pernah hilang. Ia langsung menerima lamaran Doryudana raja Hastina untuk menikahi Erawati. Namun Erawati hilang diculik, tetapi berhasil diselamatkan Baladewa. Menurut perjanjian seharusnya Erawati langsung diserahkan kepada Baladewa, namun hal itu ditunda-tunda karena Salya lebih suka memiliki menantu seorang raja. Namun setelah ia tahu bahwa Baladewa ternyata raja Kerajaan Mandura, Erawati pun diserahkan kepadanya.
Kemudian Doryudana melamar Surtikanti, puteri keduanya, namun lagi-lagi, puteri keduanya itu diculik dan akhirnya dinikahi Karna. Doryudana merelakan Surtikanti karena Karna sudah banyak berjasa kepadanya dan juga merupakan sahabat baikya. Doryudana kemudian menikahi Banowati, puteri ketiga Salya.
Dalam Mahabharata bagian kelima atau Udyogaparwa dikisahkan bahwa Salya membawa pasukan besar menuju Upaplawya untuk menyatakan dukungan terhadap Pandawa. Namun di tengah perjalanan, rombongan Salya singgah beristirahat dalam sebuah perkemahan yang lengkap dengan segala jenis hidangan.
Salya menikmati hidangan yang tersedia, karena ia mengira semua itu Pandawa yang menyiapkan. Tetapi tiba-tiba para Korawa dibawah pimpinan Doryudana muncul dan mengaku sebagai pemiliki perkemahan. Akhirnya Doryudana meminta Salya bergabung dengan Korawa sebagai balas jasa. Salya pun terpaksa menerima permintaan Doryudana.
Salya kemudian tetap menemui para keponakannya, yaitu Pandawa Lima, ia memberitahu bahwa dalam perang kelak, ia berada di pihak musuh. Para Pandawa jelas terkejut dan kaget mendengarnya. Namun Salya menghibur dan memberikan restu kemenangan untuk mereka.
Dalam Bharatayuddha, Salya bertempur berada di pihak Korawa. Pada hari pertama ia berhasil menewaskan Utara, putera Wirata, yang merupakan salah satu sekutu utama Pandawa.
Saudara Utara bernama Sweta berusaha keras untuk menyerang Salya, hingga Salya terdesak. Namun ia berhasil diselamatkan oleh Kretawarma.
Pada hari ke-17, saat Karna diangkat sebagai panglima pasukan Korawa dan berhadapan dengan Arjuna. Salya menjadi kusir kereta menantunya tersebut. Sebenarnya, ia setengah hati menuruti permintaan Adipati Karna. Hal itu terlihat saat Karna membidik leher Arjuna dengan panah pusakanya. Salya menghentakan keretanya dan juga sekaligus memberi isyarat kepada Kresna supaya menggerakkan keretanya. Panah Karna pun meleset dari sasaran utama.
Setelah Karna tewas di tangan Arjuna, Salya diangkat menjadi panglima baru pihak Korawa. Aswatama sebenarnya keberatan dengan pengangkatan Salya menjadi panglima perang. Karena Aswatama berpendapat bahwa Salya telah berkhianat, yaitu diam-diam membantu Arjuna. Namun Doryudana justru menuduh Aswatama bersikap lancang dan mengusirnya.
Salya maju berperang menggunakan senjata Rudrarohastra (Candabirawa), munculah raksasa-raksasa kerdil namun sangat ganas yang apabila dilukai justru bertambah banyak. Kresna kemudian mengutus Nakula supaya meminta dibunuh Salya saat itu juga. Nakula pun menuruti perintah Kresna dan tiba dihadapan Salya.
Tentu Salya tidak tega jika harus membunuh keponakannya sendiri. Ia sebenarnya tahu bahwa itu hanyalah sisat Kresna. Akhirnya Salya pun dengan jujur mengatakan kepada Nakula, bahwa Rudrarohastra hanya bisa ditaklukkan dengan jiwa yang suci.
Kresna kemudian meminta Yudhistira yang terkenal berhati suci untuk menghadapi Salya. Awalnya Yudhistira tidak mau melakukan hal itu, namun akhirnya ia menuruti apa yang menjadi perintah Kresna selalu penasihat para Pandawa.
Rudrarohastra berhasil dilumpuhkan, Yudhistira lalu melepaskan Pusaka Kalimahisaddha kearah Salya. Pusaka kitab itu berubah menjadi tombak dan menembus dada Salya.
Setelah Salya tewas, Setyawati menyusul suami tercintanya ke medan laga. Menjumpai bahwa suaminya telah tewas, Setyawati pun akhirnya melakukan bela pati Setyawati dan pembantunya yang bernama Sugandika kemudian bunuh diri menggunakan keris.