Dalam dunia pewayangan tentu tidak akan lepas dari sastra pedalangan. Karena dalang lah yang menjadi sutradara dan sebenarnya menjadi pelaku utama dari sutu pertunjukkan wayang kulit itu sendiri.
Sastra pedalangan adalah reka bahasa dalang dalam pakeliran atau pagelaran wayang. Sastra pedalangan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu murwa atau pelungan, nyandra (janturan dan pocapan), suluk, antawacana, sabetan,suara dan tembang.
1. Murwa
Murwa adalah suluk pembuka pagelaran wayang.Disebut pelungan dalam pedalangan Jawa Timur, ilahengan di Jawa Tengah dan Murwa di Jawa Barat.
2. Nyandra
Nyandara adalah pendeskripsian adegan dengan menggunakan bahasa prosa pakeliran wayang. Nyandra itu sendiri ada dua macam, yaitu Janturan dan Pocapan. Janturan adalah nyandra dengan diiringi gamelan, sedangkan Pocapan adalah nyandra yang tanpa diiringi oleh gemelan.
3. Suluk
Citra bahasa puisi yang dinyanyikan oleh dalang dalam pakeliran wayang.
4. Antawacana
Antawacana merupakan dialog/percakapan antara tokoh-tokoh wayang. Antawacana yang dilakukan antara tokoh wayang dengan niyaga, wirasuara, atau jurukawih disebut dialog samping. Antawacana biasanya disampaikan setelah Pocapan.
5. Sabetan
Merupakan gerak wayang yang meliputi tarian,lakuan dan laga-an. Tari wayang adalah gerak wayang yang diiringi oleh nyanyian dan gamelan. Lakuan adalah gerak wayang yang hanya diiringi kecrek atau kendang, dan yang terakhir adalah laga-an, yaitu gerak wayang dalam peperangan baik yang diiringi gamelan maupun yang hanya diiringi kecrek dan kendang.
6. Suara
Suara adalah suara berupa teriakan,jeritan,aduhan,tobatan yang menjadi pelengkap sabetan lagan.
7. Tembang
Tembang adalah lagu/nyanyian yang dinyanyikan oleh pesinden,wirasuara atau dalang. Tembang untuk pembuka pakeliaran dilantunkan oleh pesinden. Tembang pengiring pakeliran dinyanyikan oleh pesinden dan wirasuara. Sedangkan temabng dalam adegan Limbukan dan gara-gara dilantunkan oleh dalang yang bisa berkolaborasi dengan pesinden atau bintang tamu.
8. Mantra
Dalam sastra pedalangan, mantra dibedakan menjadi dua. Pertama adalah mantra yang berupa doa Ki dalang dalam penyelenggaraan pakeliran. Kedua adalah mantra yang berupa rapalan tokoh wayang dalam megeluarkan kesaktiannya.
Setiap daerah pasti memiliki sastra pedalangan tersendiri, namun hal itu justru membuat seni pedalangan dan pewayangan semakin indah dan kaya.