Yamawidura adalah putera bungsu Abiyasa atau Prabu Krisnadwipayana. Ia adalah adik Pandu Dewanata dan Drestarastra. Ibunya adalah dayang Drati, wanita Sudra dayang istana Astina. Yamawidura sangat dihormati oleh keponakannya, yaitu Kurawa dan Pandawa karena sikap adil dan kebijaksanaannya. Sifat adil dan selalu menjunjung tinggi kebenaran itu diwarisinya dari Batara Darma, yang menitis padanya. Menurut Abiyasa, Yamawidura adalah manusia yang paling jujur dan paling adil di dunia.
Seperti kedua saudaranya, yamawidura pun terlahir cacat. Kakinya panjang sebelah dan jalannya pincang. Hal itu terjadi karena kutukan dewa terhadap Danyang Drati, ibunya. Ketika harus ,melayani Abiyasa, Danyang Drati merasa jijik dan takut melihat wajah Prabu Krisnadwipayana. Ia selalu menggelinjangkan kakinya, karena itulah, bayi yang dilahirkannya panjang sebelah kakinya.
Ia selalu bersikap adil baik dengan Kuraw dan Pandawa. Setiap kali timbul perselisihan antara Kurawa dan Pandawa. Setiap timbul perselisihan antara Kuraw dan Pandawa, ia selalu berusaha mencarikan jalan keluar yang adil.Sayang kekuasaannya terbatas, sehingga banyak saran-sarannya yang tidak dapat dilaksanakan.
Dalam kitab Mahabarata, ketika para kurawa atas hasutan patih Sengkuni hendak membinasakan para Pandawa dan Dewi Kunti dengan membakar Bale Sigala-gala, secara tidak sengaja Yamawidura mengetahui rencana itu. Maka ia memerintahkan seorang kepercayaannya yang bernama Kanana untuk membuat terowongan guna menyelamatkan para Pandawa dari bahaya api.
Namun dalam versi pewayangan, yang menyelamatkan Pandawa dan Dewi Kunti adalah Sang Hyang Antaboga yang menjelma sebagai garangan putih.
Yamawidura menikah dengan Dewi Padmarini (dalam pedalangan Yogyakarta, istri Yamawidura bernama Dewi Suranji alias Dewi Malyapati). Saat Kerajaan Pangombakan yang dipimpin oleh seorang raja yang adil, tetapilemah yaitu Prabu Dipacandara, datanglah serbuan dari Kerajaan Parangawu yang mengancam kerajaan tersebut.
Untunglah, datang seorang ksatria muda bernama Yamawidura datang menolong melawan serbuan itu. Musuh berhasil diusir oleh Yamawidura. Ia pun diambil mantu dengan dikawinkan dengan Dewi Padmarini.
Dari perkawinan itu, lahirlah Sanjaya dan Yuyutsuh. Di keraton Astina Sanjaya bertugas menjadi pendamping dan penuntun uwaknya, Prabu Drestarastra yang buta. Sanjaya masih hidup, saat Parikesit dinobatkan sebagai raja Astina.
Namun, putera Bungsu Yamawidura, Yuyutsuh, gugur di pihak Pandawa pada Baratayuda. Sesudah perang besar itu berjalan beberapa hari, Yuyutsuh meninggalkan perkemahan Kurawa dan menyeberang ke pihak Pandawa atas restu ayahnya. Adipati memandangnya sebagai pengkhianat dan membunuhnya di medan laga.
Saat Pandawa dan Kurawa mengalami perselisihan, sebenarnya sudah berkali-kali Yamawidura mengusahakan jalan damai dengan berbagai usl dan saran. Ia banyak memberikan saran kepada Prabu Drestarastra, tetapi raja Astina itu lebih suka mendengarkan bujukan istrinya dan Patih Sengkuni.
Saat Pandawa dan Drupadi menjalani masa pembuangan karena kalah bermain judi, Yamawidura melakukan protes kepada kakaknya, Prabu Drestarastra. Namun, raja Astina tersebut tidak menghiraukan protes itu, ia menganggap bahwa pembuangan itu karena ulah Pandawa sendiri yang mau diajak main judi.
Karena kesal dan merasa tidak diperlukan lagi di Astina, ia lebih memilih menyusul Pandawa di hutan. Drestarastra meminta Sanjaya, putera Yamawidura untuk menjemput ayahnya. Namun, ajakan itu ditolaknya. Ia baru menurut kembali ke Astina setelah Begawan Abiyasa datang dan member nasihat kepadanya agar kembali ke Astina.
Sampai saat jelang pecahnya Baratayuda, bersama Resi Bisma, Yamawidura berusaha menyadarkan Duryudana bahwa peperangan tidak ada manfaatnya untuk kedua belah pihak. Namun usaha tidak dihiraukan oleh Duryudana.
Yamawidura tidak terlibat dalam perang Baratayuda. Dikisahkan, setelah Baratayuda usai dan takhta diserahkan kepada Yudhistira, yamawidura bersama Dewi Kunti, Prabu Drestarastra dan Dewi Gendari pergi ke hutan mengasingkan diri untuk menjemput ajal. Beberapa saat kemudian, terjadi kebakaran hebat di hutan itu. Mereka semua tewas.