Sementara di kahyangan, Sang Hyang Guru dan Hyang Narada sedang membicarakan usaha raja Wirata yang hendak mendamaikan kedua belah pihak yang akan berperang yaotu Pandawa dan Korawa. Tiba-tiba datanglah Batari Durga. Kedatangannya menghadap Hyang Guru ternyata adalah meminta izin untuk menggoda pihak yang hendak berdamai. Hyang Guru pun mengizikan Durga.
Setelah Batari Durga mohon undur diri dan berangkat untuk menjalankan rencananya, Hyang Guru menyesal , mengapa ia member izin Durga untuk mengganggu pihak yang akan berdamai. Hyang Narada pun menjelaskan bahwa hal itu merupakan pertanda bahwa Bharatayudha akan tetap terjadi.
Di Medan Kurukhsetra, Raden Seta sedang memimpin pembagian Negara yang dihadiri raja dari kedua belah pihak. Pembagian wilayah dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan. Menjelang malam pekerjaan sudah hampir selesai, namun mereka menghentikan pekerjaan mereka dan beristirahat. Prabu Baladewa tidur sejajar dengan Raden Seta, dibawahnya tidur patih Sengkuni, Nakula dan Sadewa. Pada saat itulah Batari Durga datang je Pesanggrahan dan dengan kesaktiannya, ia menyusup ke dalam perut patih Sengkuni.
Saat pagi hari tiba, Sengkuni bangun namun tiba-tiba ia menjadi linglung dan berubah pikiran, yang baik menjadi jahat. Ia mengatakan kepada Kurawa bahwa pembagian Negara telah berlangsung secara tidak adil. Sengkuni mengatakan. Hal itu dikarenakan perbuatan Sri Baladewa, raja Mandura, yang kemarin didatangi oleh Arjuna.
Ucapan Sengkuni itu membuat Prabu Baladewa marah. Dihajarnya Sengkuni, namun Sengkuni tidak merasakan sakit sedikitpun. Hal itu karena kesaktian Batari Durga berada padanya. Untuk meredakan kemarahan Prabu Baladewa, Nakula mengusulkan supaya memanggil Sri Kresna.
Sri Kresna kemudian meminta agar Sengkuni seolah-olah dikeroyok. Namun sebenarnya Sengkuni dibawa ke pesanggrahan dengan disertai ucapan-ucapan yang manis. Ternyata benar, dengan cara itu, Durga tidak tahan lagi di perut Sengkuni, ia malu kepada Sri Kresna. Setelah Durga keluar dari perut sengkuni, Sri Kresna kemudian menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada kakaknya, Prabu Baladewa.
Sementara, Raden Werkudara dengan bantuan Sang Hyang Bayu dalm waktu singkat sudah sampai di negeri Singgela. Disana ia bertemu dengan seorang raksasa yang membawanya menghadap Raja Bisawarna.
Raja Bisawarna adalah orang yang mendapat tugas dari Sri Ramawijaya untuk menjaga Bale Kencana. Berdasarkan pesan yang ia dapat, bahwa Bale Kencana bisa diberikan kepada satria tanah Jawa yang mampu Datang ke Kerajaan Singgela. Oleh karenanya Bisawarna tidak bekeberatan bila Bale Kencana diminta oleh Werkudara untuk dibawa ke tanah Jawa. Namun yang menjadi masalah adalah, bagaimana cara memindahkan bale sebesar dan seberat itu.
Namun Werkudara yakin, bahwa ia mampu melakukan itu. Sebelum ia mengangkat Bale yang bertiang delapan ratus itu, Werkudara mengerahkan aji pemberian Batara Bayu. Ia pun berhasil mengangkat bale Kencana dan dengan petunjuk Batara Bayu, Raden Werkudara segera membawa Bale Kencana tersebut ke tanah Jawa. Semula ia menginjak tanah tiga kali dengan menggendong Bale Kencana.Ia pun melesat jauh sekali. Saat itu Bale Kencana memancarkan sinarnya yang gemerlapan. Kebetulan, Anoman yang sedang bertapa di puncak gunung Kendalisada, melihat cahaya gemerlapan itu. Ia tidak lupa dan yakin bahwa cahaya itu berasal dari Bale Kencana, Singgasana Sri Ramawijaya, gustinya dulu. Anoman pun mengira bahwa ada seseorang yang ingin mencurinya. Anoman pun langsung menyerang Werkudara dan berusaha merebut Bale Kencana. Pertarungan keduanya berlangsung sengit, hingga pada akhirnya Werkudara menendang Anoman yang saat itu berhasil merebut Bale Kencana, namun Bale Kencana lepas dari tangan Anoman dan melesat jauh hingga jatuh ke dalam laut.
Pada sat itulah mereka menghentikan pertarungan mereka dan tahu siapa sebenanrya musuhnya. Keduanya pun kemudian menceritakan keadaan yang sebenarnya. Anoman menjadi sangat menyesal begitu mendengar penjelasan Werkudara. Ia pun kemudian menasihati Werkudara agar segera kembali ke Amarta dan melaporkan kejadian yang sebenarnya kepada Sri Kresna.
Dalam perjalanannya kembali ke Amarta, Raden Werkudara dihadang oleh para Korawa yang juga sedang mencari Bale Kencana. Pertarungan pun tidak bisa dihindarkan, namun pada akhirnya Dursasana tidak berhasil mengalahkan Raden Werkudara. Utusan Korawa pun akhirnya mundur dan lebih memilih melanjutkan perjalanan ke Wirata. Mereka akan mengaku bahwa telah berhasil menemukan Bale Kencana namun dirampas di tengah jalan.
Sementara itu di tegal Kurukhsetra, kedua kubu baik dari Pandawa maupun Korawa mengadakan pesta hingga larut malam. Malam itu Raden Burisrawa sebenarnya hendak perdi ke pesanggrahan Dewi Sumbadra, namun tersesat di pesanggrahan Lesanpura yang menjadi pesanggrahan Arya Setyaki. Kedatangan Burisrawa di pesanggarahan Lesanpura pun diketahui oleh Arya Setyaki terjadilah perkelahian antara keduanya, hingga melibatkan Adipati Karna. Ini sebenarnya sudah menjadi .
Raden Seta kembali ke Wirata untuk melaporkan hasil kerjanya dalam engukur pembagian wilayah.Datanglah raja Amarta dan Raja Astina beserta Sri Kresna yang kemudian disusul oleh Raden Werkudara. Werkudara kemudian menceritakan pengalamannya saat mencari Bale Kencana, sampai Bale Kencana tenggelam ke dalam dasar laut dan pencegatan para Korawa. Mendengar hal itu, Prabu Suyudana semakin geram dan keinginannya untuk menyelesaikan pertikaian dengan jalan peperangan semakin bulat.Bharatayudha memang sudah tidak bisa dihindarkan dan dicegah.