Pagi itu dalem induk Panggombakan ramai oleh kicauan burung-burung yang hinggap di pohon-pohon yang rindang. Diantara suara kicauan burung yang merdu, terdengar suara burung prenjak bersautan persis di depan rumah sebelah kanan. Itu biasanya menjadi pertanda akan datang seorang wiku, pendeta atau panembahan. Semar meyakini pertanda itu, maka ia bersama para abdi panggombakan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut tamu agung tersebut.
Tak lama kemudian, datanglah Begawan Abiyasa dari Pertapaan Saptaarga. Yamawidura, Kunti dengan penuh rasa hormat dan bahagia menyambut kedatangan sang ayahanda. Begitu pula dengan para cucu Begwan Abiyasa, yakni para Pandawa.
Baru beberapa hari Begawan Abiyasa tinggal di Panggombakan, datanglah Patih Sengkuni dan para Kurawa. Sesuatu hal yang tak pernah diduga dan terkesan tidak biasa, mereka mau datang ke Panggombakan sementara para Pandawa berada disana. Namun dengan alasan rindu kepada saudaranya yaitu para Pandawa, mereka menutupi maksud tujuan kedatangan mereka.
Benar rupanya, para Kurawa telah mengatur strategi, beberapa orang sudah ditugaskan untuk menjauhkan Bima bersaudara dari Begawan Abiyasa. Karena tujuan utama mereka sebenarnya adalah ingin menemui Begawan Abiyasa untuk meminta Lenga Tala dari eyangnya tersebut.Awalnya mereka bersikap dan mengaturkan sembah layaknya seorang cucu yang hormat kepada eyangnya yang bijak. Namun kemudian paman mereka yaitu Patih Sengkuni menanyakan tentang Lenga Tala milik Begawan Abiyasa.
“ Kami yakin bahwa sang Begawan membawa Lenga Tala yang tidak mungkin lepasa dari diri sang Begawan. Karena Lenga Tala merupakan minyak yang memiliki kasiat yang sangat luar biasa. Siapa saja yang tubuhnya diolesi Lenga Tala, ia tidak akan terluka oleh berbagai macam senjata. Oleh Kerena itu, kedatangan kami ke Panggombakan adalah untuk meminta Lenga Tala sekarang juga. Jika Sang Begawan mengatakan bahwa Lenga Tala tidak dibawa, kami akan melepaskan semua pakaian yang menempel pada diri sampeyan, untuk membuktikan bahwan Sang Begawan telah membohongi kami.”
Belum sempat Begawan Abiyasa memberikan jawaban, Dursasana langsung melakukan aksinya. Ia mulai menarik tutup kepala Begawan Abiyasa, dan tampaklah benda yang bercahaya, berwujud cupu, jatuh dan menggelinding di lantai. Dengan cekatan Dursasana menyahut benda tersebut dan membawanya kabur.
Sambil terkekeh-kekeh Dursasana berkata, “ Memang benar engkau tidak berbohong wahai Abiyasa, bahwa dirimu tidak membawa Lenga Tala, karena yang membawa adalah aku”.
Dursasana lari membawa cupu yang berisi Lenga Tala diikuti oleh Patih Sengkuni, Doryudanda dn Kurawa. Sang pemilik Lenga Tala, Begawan Abiyasa tidak mampu berbuat apa-apa. Namun ia memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan ragawinya, ia bersabda, “ Inikah Destrarastra hasil didikanmu? Apakah engkau tidak cemas bahwa suatu saat perilaku anak-anakmu yang diperbuat kepadaku, akan menimpamu pula? Bahkan mereka akan beramaii-ramai menginjak-injak kepalami, wahai Destrarastra anakku. Dan engkau Sengkuni, karena mulutmulah semua ini terjadi, oleh karenanya mulutmu akan menjadi lebar selebar badanmu”.
Para cantrik yang menyaksikan peristiwa dan sabda sang Begawan itu pun tahu bahwa itu merupakan kutukan bagi Drestarastra dan patih Sengkuni. Sabda Sang Begawan pun diiringi suara guntur yang menggelegar dan angin yang bertiup kencang.